Sebelas Patriot - Andrea Hirata
Sebelas Patriot
Sinopsis
Novel ini berkisah tentang seorang anak yang bernama Ikal, asal Belitong yang bercita-cita menjadi pesepak bola Indonesia, yaitu pemain bola PSSI. Keinginannya itu dikarenakan Ikal telah salah menilai sosok ayahnya, yang dipandang hanya sosok ayah biasa. Awalnya, Ikal menganggap ayahnya hanyalah seorang ayah kebanyakan yang bersifat sangat pendiam, pembawaannya yang tenang, tidak pernah menuntut apapun pada siapapun, dan menyukai sepak bola terutama PSSI.
Begitulah anggapan Ikal terhadap ayahnya saat itu, sampai suatu ketika Ikal menemukan sebuah foto terlarang yang mengubah seluruh pandangannya terhadap ayahnya itu. Dalam gambar tersebut , nampak seorang anak laki-laki tengah memegang piala, namun anak laki-laki itu tidak terlihat bahagia, Ikal pun semakin penasaran, dan ia merasa ada banyak hal yang semakin menarik, mulai dari siapa anak laki-laki itu, mengapa ibunya melarangnya melihat foto itu, mengapa keluarganya memiliki foto tersebut, sampai mengapa anak laki-laki itu tidak tersenyum padahal ia membawa lambang kemenangan kala itu.
Ikal sangat penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam mengenai foto tersebut, ia ingin bertanya perihal foto tersebut,namun tidaklah mungkin ia bertanya pada ibu atau bapaknya, sedangkan melihat foto tersebut saja ia sudah dilarang. Lalu suatu hari, bertanyalah ia pada salah satu sahabat ayahnya, yaitu Sang Pemburu Tua. Kemudian diceritakanlah oleh Sang Pemburu Tua mengenai foto itu, dan semua pertanyaan yang menghantui Ikal terjawab sudah. Rupanya, foto tersebut berkisah mengenai masa kejayaan ayahnya dalam bermain sepak bola kala itu saat masih berumur muda, bersama 2 saudaranya, ayah Ikal mampu memberikan inspirasi terhadap orang banyak dan berani melawan penjajah yaitu Belanda dengan berperang di arena sepak bola, sebagai bentuk melawan kekejaman dan diskriminatif Belanda kala itu. Dimana saat itu, semua hal dan segala bentuk perlombaan hanyalah ilusi belaka karena dalam perlombaan apapun Negara penjajah tidak boleh kalah dengan Negara yang dijajah. Namun ayah Ikal dan 2 saudara lainnya tidak takut dan tetap berani berdiri tegap melawan penjajah sehingga mereka dianggap dan disebut sebagai “Sebelas Patriot”. Ayah Ikal merupakan salah satu pemain yang diunggulkan kala itu, karena terkenal dengan tendangan kaki kirinya yang membuat Belanda kalah telak dalam perlombaan sepak bola kala itu.
Hati Ikal berdegup kencang dan semangat membara di hati Ikal mendengar cerita Sang Pemburu Tua, namun ia juga merasakan marah sebab ayahnya yang sekarang tidak lah mampu lagi bermain bola, dikarenakan para penjajah kejam tersebut telah membuat kaki ayahnya cacat dan berjalan pincang sampai sekarang. Kemudian tahulah Ikal asal muasal kaki ayahnya yang berjalan pincang, mengapa ayahnya bersikap tak banyak bicara, serta mengapa begitu setia dan mencintainya ia dengan PSSI.
***
Setelah mendengar cerita dari sang pemburu tua, semakin giat dan cinta lah ikal terhadap sepak bola, dan tumbuh keinginan Ikal menjadi pemain PSSI. Dan beruntung, di kampungnya juga ada seorang pelatih sepak bola bernama Toharun yang apik dalam bermain sepak bola. Lalu mendaftarlah Ikal menjadi pemain junior di klub kampungnya yang dibina oleh pelatih Toharun agar ia mampu menjadi pemain PSSI dimana ia harus melewati berbagi seleksi yang ketat.
Setiap hari Ikal menghadap Pelatih Toharun untuk mendapatkan nasihat petuah agar ia semakin baik dalam bermain bola, terutama dengan menggunakan kaki kiri, sebab ia bermain sebagai pemain sayap kiri. Ikal memilih bermain menjadi sayap kiri karena ayahnya bermain sebagai pemain sayap kiri ketika itu dan ikal ingin menggantikan posisi ayahnya yang haknya dirampas oleh Belanda. Dan petuah dari Pelatih Toharun agar ia fasih dalam menggunakan kaki kiri ia harus sering melatih otak kanannya dengan cara merubah beberapa kegiatan dengan tangan kiri.
Berkat latihan yang keras, Ikal akhirnya telah terpilih menjadi pemain junior kabupaten yang berarti semakin ketat ujian yang diberikan dan semakin sulit untuk seleksi ke tingkat provinsi namun semakin dekat ia dengan impiannya. Semua ujian dan seleksi telah ia lakukan dengan semaksimal mungkin, namun semua mimpinya harus pupus karena ia gagal masuk menjadi pemain junior tingkat provnsi. Kegagalan Ikal membuatnya terpuruk dan sedih, terlebih karena ia merasa tidak mampu memenuhi harapan ayahnya.
Ikal terus mencoba dan mencoba dan selalu mendaftar setiap ada kesempatan untuk menjadi pemain PSSI, namun apa hendak dikata, ia selalu gagal. Ketika setiap kegagalan menghampirinya, dan rasa putus asa didepan mata, ayahnya selalu menyemangati dan memotivasinya dengan mengatakan bahwa prestasi tertinggi seseorang ialah jiwa besarnya.
***
Waktu terus berjalan, harapan ikal yang amat ingin menjadi pemain PSSI harus kandas, dan tetap harus melanjutkan hidup serta menerima kenyataan walaupun pahit. Pelan pelan ia mulai memudarkan impian tersebut, namun tidak berarti ia tidak mencintai sepak bola lagi, ia tetap cinta dan semakin cinta ia pada PSSI.
Usai lulus SMA, Ikal merantau ke Prancis melanjutkan pendidikannya di Universitas Sorbonne, Prancis. Ketika musim panas, Ikal dan sepupunya Arai, melakukan perjalanan ke Eropa dan Afrika. Setelah berkelana selama sebulan, Ikal dan Arai harus berpisah arah sementara. Arai ke Alhambra dan Ikal ke Madrid. Ikal ke Madrid bukan tanpa alasan, ia ingin membelikan kaos sepak bola yang bertuliskan Luis Figo di punggungnya untuk ayahnya tercinta, sebab ayahnya dulu pernah berkata bahwa klub bola yang disukai ayah selain PSSI adalah Madrid, dan pemain kesukaanya ialah Figo.
Kala itu, keuangan Ikal telah menipis, namun karna maksud hati ingin memberikan kejutan pada ayahnya ia rela berhemat dan hidup kekurangan, bahkan demi berhemat, ia memilih berjalan kaki dari terminal bus menuju studio yang dituju. Namun, perencanaan hemat Ikal merupakan kesalahan, karena jarak yang ditempuh cukup jauh yaitu 10km. Maka dengan berbekal tekad, ia pun sampai ke stadion tersebut dengan keadaan lusuh, kurus dan tak sedap dipandang orang.
Ketika ia hampir sampai di stadion tersebut ia melihat sebuah toko resmi Real Madrid disana, ia lalu bergegas meuju toko tersebut. Di toko itu, bertemu lah ia dengan seorang gadis yang bernama Adriana, yang bekerja sebagai kasir ditempat itu, sekaligus wanita pencinta Real Madrid. Lalu ia melihat baju kaus yang bertuliskan figo disertai tanda tangan asli dari pemain Madrid itu sendiri. Ikal sangat tergoda untuk membelinya, namun keinginannya harus tertunda sebab harga yang dipatok sangat jauh dengan uang yang ada ditangan Ikal.
Rasa kecewa begitu dirasakan Ikal, namun ia berfikir haruskah ia gagal lagi untuk membahagiakan ayahnya yang ke dua kalinya? Maka dengan semangat yang menggebu-gebu Ikal bertekad mengumpulkan uang agar dapat membeli kaus tersebut sembari meninggalkan toko tersebut.
Segala usaha dan jerih payah Ikal dari pagi sampai malam untuk mendapatkan uang tidaklah sia-sia, akhirnya ia dapat membeli kaus tersebut. Sebenarnya kaus itu dapat Ikal beli karena sang kasir Adriana menyimpan baju itu untuknya, Adriana yakin bahwa Ikal akan kembali untuk membeli kaus tersebut, dan benar saja, Ikal kembali dan membeli kaus itu.
Karena kejadian itu, Ikal dan Adriana sering bertemu dan membicarakan banyak hal mengenai sepak bola, dan bertukar pengalaman. Lama kelamaan Ikal mulai menyadari bahwa sepak bola tidak hanya diminati oleh kaum lelaki, namun sudah merambah dan bahkan mulai di dominasi oleh kaum wanita. Ikal menyadari itu dari Adriana. Dari percakapannya dengan Adriana, bagi wanita gol adalah hal yang penting, namun bukan ukuran kesetiaan mereka pada tim, atau hanya menyukai pemain bola karena ketampanannya, melainkan mencintai arti sepak bola itu sendiri dan merasakan hidup ketika melihat klub bola terfavorit mereka bertanding. Hal ini membuat Ikal takjub dengan bidang olahraga satu ini, karena dapat membius siapa saja baik laki-laki, wanita, muda ataupun tua untuk ikut menyoraki dan memberi semangat sebagai salah satu bentuk kesetiaan dan kecintaan mereka pada klub tertentu. Ikal juga menyadari bahwa PSSI termasuk patriot bangsa yang mati-matian membela Indonesia demi kehormatan dan harumnya nama bangsa dan negara.(dinipurnamaadewisaja)
Selamat membaca!***
Baca juga : Ayah - Andrea Hirata
Komentar