Orang-orang Proyek - Ahmad Tohari
Judul Buku : Orang-orang Proyek
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Januari, 2007
Tebal : 224 halaman
Sinopsis: Orang-orang Proyek
Kukuhnya Idealisme Insinyur pada Novel Orang-Orang Proyek
Bisa dibilang novel ini yang pertama kali menggugah saya untuk terus membaca novel hingga sekarang. Pada mulanya saya tertarik membaca judulnya yang dapat dibilang lebih pantas tertera sebagai salah satu judul buku manajemen industri. Namun setelah saya baca lebih lanjut, ternyata buku ini merupakan novel anggitan sastrawan Ahmad Tohari.
Orang-Orang Proyek berkisah tentang kehidupan seorang insinyur sipil yang bernama Kabul yang dipercaya memegang proyek pembangunan jembatan di pinggiran Sungai Cibawor. Latar dan penokohan yang kuat dari Ahmad Tohari pada novel ini mampu membawa imajinasi pembaca seakan hadir langsung dalam konflik-konflik yang terjadi.
Saya tertarik dengan tokoh dan penokohan yang dicipta oleh Ahmad Tohari. Seperti novel-novel sebelumnya, Ahmad Tohari sangat piawai mencipta tokoh-tokoh yang berkarakter kuat dan khas. Nyaris tidak ada tokoh yang mubadzir. Selain itu, ia jago dalam mencipta latar yang menjadi ciri khasnya, yaitu pedesaan, sehingga kita seakan berada di tempat tersebut. Begitu pula dengan konflik-konflik yang terjadi. Kedigdayaan pemerintah Orde Baru yang semena-mena mampu ditampilkan tersirat sekaligus gamblang. Golongan Lestari Menang (GLM) yang secara tidak langsung merujuk kepada partai penguasa pada zaman itu cukup mendeskripsikan betapa rakyat tidak mengerti apa pun tentang politik dan hanya bisa tunduk kepada pemerintah.
Pertama, Kabul. Ir. Kabul merupakan tokoh utama yang juga merupakan mantan aktivis kampus yang sangat idealis menentang kecurangan pemerintah. Ahmad Tohari menempatkan Kabul sebagai cerminan kaum intelektual saat Orde Baru berkuasa. Kabul bersifat idealis, berpikiran lurus namun tetap rendah hati terhadap semua orang. Tatkala atasannya maupun pejabat sekitar Sungai Cibawor merecoki proyek yang diemban Kabul, ia tetap bersikukuh dengan prinsip yang ia pegang kuat sejak masih menjadi mahasiswa. Namun, lama-kelamaan Kabul tak kuasa menahan gejolak idealismenya yang seakan ditelanjangi para penguasa Orde Baru. Pada akhirnya, Ir. Kabul mengundurkan diri sebagai pimpinan proyek pembangunan jembatan tersebut.
Kedua, Wati. Sekretaris proyek yang dipimpin oleh Kabul ini hadir memberi warna tersendiri. Sosok gadis desa yang cantik, anggun namun hatinya meleleh jika bertemu Kabul dapat digambarkan oleh Ahmad Tohari dengan unik. Kebiasaannya merengut jika dicuekin oleh Kabul membuat saya tersenyum. Bisa dibilang sosok Wati merupakan tokoh pencair suasana tatkala konflik-konflik menyerang Kabul. Yang saya cermati, Ahmad Tohari mampu mencipta tokoh wanita ini dengan apik dan tidak berlebihan.
Ketiga, Pak Tarya. Novel ini diawali dengan suasana Sungai Cibawor sehabis tiga hari yang lalu dilanda banjir besar. Dan di tepian Sungai itu terdapat Pak Tarya yang sedang memancing tanpa tujuan. Kehadiran tokoh Pak Tarya pada Orang-Orang
Proyek semacam malaikat bagi tokoh utama. Sosoknya yang sederhana, nyeleneh namun di sisi lain sangat cerdas dan peka terhadap situasi politik saat itu sangat unik. Kabul yang emosinya masih labil banyak mendapat wejangan-wejangan tersirat dari Pak Tarya. Tapi seringkali Pak Tarya muncul pada waktu yang terlambat, sehingga membuat pembaca geregetan menyaksikan konflik batin yang kerap kali terjadi pada Kabul.
Keempat, Basar. Sahabat Kabul sesama aktivis kala masih menjadi mahasiswa ini muncul sebagai Kepala Desa sekitar Sungai Cibawor. Dorongan orangtua yang berhasrat menyalonkan dirinya menjadi Kades ia terima dengan penuh keterpaksaan. Jiwa mantan aktivis yang sepaham dengan Kabul ironis dengan kedudukan dirinya sebagai kaki tangan pemerintah Orde Baru. Proyek pembangunan jembatan banyak direcoki pemerintah. Tentu saja Basar yang merupakan pejabat pemerintah paling rendah sangat kelimpungan. Ia hanya dapat berdiskusi dengan Kabul yang sama-sama bimbang menghadapi kenyataan yang tak sesuai impian yang mereka cita-citakan pada saat menjadi aktivis dulu. Namun, akhirnya kebimbangan kedua sahabat itu mampu dicairkan oleh tokoh Pak Tarya.
Kelima, Dalkijo. Picik! Inilah kata yang pantas saya sematkan kepada tokoh ini. Dalkijo mewakili sosok insinyur pragmatis yang sudah terdoktrin oleh gelimang kemewahan ala birokrat. Ciri khasnya memakai kaca mata hitam branded, jaket kulit dan motor Harley Davidson memperkuat karakter piciknya. Beberapa kali ia berseteru tentang betapa pentingnya pemenuhan kualitas material jembatan dengan Kabul. Namun pada akhirnya Kabul yang mengalah. Di akhir cerita Dalkijo memaksakan kehendaknya memakai material-material bekas demi mengejar jadwal peringatan acara HUT GLM yang semakin mepet. Tentu saja Kabul sangat mengecam keputusan Dalkijo tersebut, dan ia mengundurkan diri sebagai penanggung jawab proyek jembatan Cibawor.
Keenam, Mak Sumeh. Tokoh Mak Sumeh hadir sebagai tokoh yang nyinyir (kalau istilah masa kini: kepo) dan membuat pembaca geregetan. Pemilik warung di sekitar lokasi proyek ini begitu dominan melengkapi seluruh rangkaian isi novel. Kekaguman Wati kepada Kabul berulangkali dituturkan Mak Sumeh dengan polos dan blak-blakan. Namun Kabul tak menggubrisnya walaupun ia sempat juga kesal akan kenyinyiran Mak Sumeh. Di sisi lain Mak Sumeh mewakili wong cilik yang jeli memanfaatkan peluang usaha di sebuah tempat yang ramai, dalam hal ini lokasi proyek jembatan Cibawor.
Ketujuh, Tante Ana. Sekali lagi Ahmad Tohari begitu cerdas mencipta tokoh yang berkarakter kuat dan khas. Tokoh Tante Ana maupun Mak Sumeh hadir membawa corak yang membuat konflik-konflik pada Orang-Orang Proyek mencair. Alunan kecrek dan suaranya yang berat kelaki-lakian begitu menghibur para pekerja proyek. Tante Ana mampu hadir sebagai penghibur kaum jelata yang haus akan hiburan. Terkadang ia rela mengamen tanpa dibayar recehan sekalipun oleh orang-orang proyek. Tante Ana merupakan anomali dari wong cilik yang begitu sukarela berbagi kebahagiaan dengan sesama. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan Dalkijo yang hidup mapan dan bergelimang kemewahan itu.
Walaupun tidak sedalam karya fenomenalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, namun saya pikir Orang-Orang Proyek tetap memperlihatkan keberpihakan Ahmad Tohari terhadap orang kecil. Sudah barang tentu tokoh Kabul merupakan cerminan dari kegelisahan Ahmad Tohari terhadap para birokrat Orde Baru yang semena-mena. Novel ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, terutama para mahasiswa yang harus senantiasa memperjuangkan idealismenya dan menolak menyerah terhadap kemunafikan di negeri ini. ( ahmadtoharisociety )
Komentar