Gajah Mada : Perang Bubat - Langit Kresna Hariadi
Gajah Mada : Perang Bubat
SEMASA pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mencapai puncak kejayaannya, namun sekaligus merupakan ambang keruntuhannya. Pertanda pertama mengenai akan runtuhnya Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Dyah Wijaya itu sesudah timbul Perang Bubad antara pasukan Sunda di bawah kepemimpinan Prabu Maharaja Linggabuanawisesa dan pasukan Majapahit di bawah komando Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada.
Diketahui bahwa Perang Bubat terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuanawisesa dari Kerajaan Sunda di lapangan Bubat. Hingga dari perang tersebut mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Prabu Maharaja Linggabuanawisesa, termasuk Dyah Pitaloka Citraresmi.
Sumber yang bisa digunakan sebagai referensi mengenai Perang Bubat adalah Serat Pararaton, Kidung Sunda, dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali. Dalam Serat Pararaton dikisahkan peristiwa Perang Bubat terjadi pada Tahun Saka 1257 (1357 M) semasa pemerintahan Hayam Wuruk.
Pada masa itu, ambisi Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada untuk menaklukkan wilayah-wilayah di seluruh Nusantara yang bermula dari Tumasik (Singapura), Tanjungpura, Bali, Dompo, hingga Seram mencapai hasilnya.
Sekalipun demikian, terdapat dua kerajaan yakni Sunda dan Pajajarean yang belum tunduk pada Majapahit. Kerajaan Sunda pada waktu itu dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Maharaja Linggabuanawisesa.
Pandangan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada yang ingin segera menyatukan Kerajaan Sunda ke dalam wilayah kekuasaan Majapahit bertentangan dengan pandangan dari pihak istana. Baik ibu suri Tribhuwana Wijayatunggadewi maupun Dyah Wiyat berpendapat bahwa Kerajaan Sunda adalah kerabat sendiri.
Sementara sikap Hayam Wuruk sendiri terlihat lebih condong pada pandangan Tribhuwana dan Dyah Wiyat ketimbang pandangan Gajah Mada.
KISAH Perang Bubat bermula dari hasrat Hayam Wuruk ingin menyunting Dyah Pitaloka Citraresmi. Ketika melamar Dyah Pitaloka dari Prabu Maharaja Linggabuanawisesa, Gajah Mada sendiri yang menjadi utusan Hayam Wuruk. Lamaran Gajah Mada tersebut diterima oleh Linggabuanawisesa.
Karena berhasrat menundukkan Sunda dengan cara halus, Gajah Mada meminta pada Prabu Maharaja Linggabuanawisesa agar perkawinan Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka dilaksanakan di Majapahit, bukan di Sunda.
Awal mula Linggabuanawisesa menolak permintaan Gajah Mada. Namun demi menyambung tali persaudaraan antara Sunda dan Majapahit yang sekian lama terputus, Linggabuanawisesa menerima permintaan Gajah Mada.(Kompasiana)
Komentar