A Head Full of Ghosts - Paul Tremblay
A Head Full of Ghosts
Judul: A Head Full of Ghost
Pengarang: Paul Tremblay
Penerjemah: Reni Indardini
Cetakan: Pertama, Maret 2017
Tebal: 400 halaman
Penerbit: Nourabooks
Kehidupan normal Merry (8 tahun) berubah sejak Marjorie mulai bertingkah aneh. Remaja empat belas tahun itu tiba-tiba saja sering berteriak-teriak nggak jelas di malam hari. Menerocos bahwa ada suara-suara yang saling berteriak tanpa henti di kepalanya. Akibatnya, Marjorie sering sekali melempar barang-barang, mengobrak-abrik kamarnya, bahkan pernah meninju dinding kamarnya sendiri sampai penyok. Keadaan semakin gawat ketika badan gadis itu dipenuhi luka bekas cakarannya sendiri. Rupanya, Marjorie sudah sedemikian tidak tahan dengan suara-suara di kepalanya sampai dia melukai dirinya sendiri. Lebih gawatnya lagi, gadis itu juga mulai mengancam adik kecilnya dengan ucapan-ucapan yang luar biasa mengerikan. Tindakan medis pun segera diambil, kedua orang tuanya mulai rutin membawa Marjorie ke psikolog dan dokter.
Sayangnya, tindakan medis tidak kunjung menunjukkan hasil positif. Gejala aneh yang dialami Marjorie malah semakin parah. Gadis itu bahkan pernah masuk diam-diam ke kamar adiknya hanya untuk memencet hidung sang adik yang sedang tidur. Marjorie bahkan mulai berani mendebat sang ayah dengan sanggahan-sanggahan yang nggak akan pernah keluar dari mulut remaja 14 tahun biasa. Dokter dan kedua orang tuanya pun semain kebingungan ketika Marjorie bahkan mengetahui sejumlah peristiwa tragis yang terjadi puluhan tahun sebelumnya. Ketika dunia kedokteran gagal memberikan jawaban yang memuaskan, sang ayah berpaling kepada solusi supranatural. Diputuskan bahwa Marjorie telah kerasukan roh jahat.
Dari titik inilah, perjalanan hidup Merry dan keluarga Barretts seolah bergerak ke arah yang salah. Ibunda Marjorie bersikukuh bahwa putri sulungnya tidak kerasukan, dia menentang keras Pak Barretts yang terus-menerus mengajak Marjorie ke gereja dan menemui seorang pendeta Katolik. Tetapi ini malah ditanggapi salah oleh suaminya, yang mengira istri dan anak-anaknya kini tak lagi menaati dirinya sebagai kepala keluarga. Satu masalah merembet ke masalah lain. Belum selesai kasus Marjorie, keluarga itu sudah diwarnai dengan percecokan suami-istri tentang segala hal yang sepertinya selalu salah. Dari suaut pandang Merry, pembaca bisa menyaksikan betapa keluarga itu memang tengah berada di ambang perpecahan hingga datang orang-orang dari TV yang tertarik pada kasus Marjorie.
Tuan Barretts memang tengah didera krisis ekonomi. Pria itu dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja selama puluhan tahun. Tentu saja, tawaran dari kru TV tak dapat ditolaknya. Uang melimpah siap mengalir jika keluarga itu bersedia direkam kesehariannya, terutama hal-hal terkait kerasukan yang dialami Marjorie. Sebuah bantuan yang awalnya ibarat pertolongan dari Tuhan yang selama ini dinantikan oleh keluarga itu. Maka diputuskan, semua hal tentang Marjorie akan direkam untuk kemudian ditayangkan dalam miniseri berjudul The Possesions. Serial itu ternyata sukses dan disukai pembaca, tetapi dampak negatifnya sangat besar bagi Merry dan keluarganya. Marjorie serasa mendapatkan pembenaran akan kerasukannya sehingga tingkahnya makin menjadi-jadi. Dalam satu episode, gadis itu dengan meyakinkan menunjukkan betapa dirinya benar-benar kerasukan sehingga Pak Barretts pun memutuskan akan mengadakan upacara pengusiran roh.
Upacara exorcisme inilah yang menjadi titik puncak semuanya. Ketika akhirnya keluarga Barrets dan seluruh penonton akhirnya mengetahui apakah Marjorie benar-benar kerasukan atau tidak. Dalam cerita yang membuka buku ini, pembaca diajak bertemu dengan Merry setelah 15 tahun peristiwa itu berlalu. Dalam percakapannya bersama Sarah--seorang penulis yang tertarik menuliskan kisahnya--Merry akhirnya membuka kembali kenangan kelam yang dilihatnya di usia delapan tahun. Semua hal misterius yang terjadi setelah ritual pengusiran arwah itu dipaparkannya secara detail. Sebuah rahasia besar yang akan menjungkirbalik semua anggapan penonton The Possessions dan juga pembaca tentang rahasia besar tentang Keluarga Barrets dulu.
Secara khusus, kisah ini seperti hendak menyorot kehidupan urban ala Amerika yang menjadi gaya hidup kalangan menengah ke bawah di sana. Kasus yang dialami Marjorie hanyalah puncak gunung es dari keseluruhan kasus berbahaya yang tengah mengintai para keluarga Amerika yang mapan. Dari pandangan Merry yang polos, kita bisa mengetahui betapa nilai-nilai kekeluargaan yang semakin usang di era modern ini, juga betapa agama sering kali belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan untuk sejumlah kasus tertentu. Lebih penting dari itu, novel kelam ini mengajarkan kepada pembaca tentang pentingnya menjag keutuhan keluarga, tentang horor yang jauh lebih menakutkan dari roh jahat, juga tentang nilai-nilai pengorbanan dalam keluarga.
Sulit untuk tidak spoiler dalam menulis ulasan buku ini. Jika dikasih tahu di awal, pembaca bisa-bisa bosan dan tidak mau menyelesaikan membacanya. Tetapi, buku ini memang sangat lambat dan bertele-tele penceritaannya. Rasa seram yang ditimbulkan juga tidak sesuai yang saya harapkan. Judul buku ini beserta endors dari Stephen King di halaman sampul sedikit banyak bisa memberi bocoran tentang isi buku ini. Tetapi jika pembaca bersabar membacanya, sebuah kejutan besar telah menanti di belakang. Kejutan ini yang bikin saya bingung memutuskan siapa yang sebenarnya baik dan siapa yang aslinya jahat dalam novel ini. Juga, tentang sosok si A yang ternyata cerdas luar biasa sehingga mau tak mau pembaca bisa sedikit bersimpati kepadanya. Memang ending buku ini nggak seheboh perkiraan saya, tetapi kisah ini memiliki caranya sendiri untuk bergelung dalam ceruk kecil di dalam kepala para pembacanya.
Pengarang: Paul Tremblay
Penerjemah: Reni Indardini
Cetakan: Pertama, Maret 2017
Tebal: 400 halaman
Penerbit: Nourabooks
Kehidupan normal Merry (8 tahun) berubah sejak Marjorie mulai bertingkah aneh. Remaja empat belas tahun itu tiba-tiba saja sering berteriak-teriak nggak jelas di malam hari. Menerocos bahwa ada suara-suara yang saling berteriak tanpa henti di kepalanya. Akibatnya, Marjorie sering sekali melempar barang-barang, mengobrak-abrik kamarnya, bahkan pernah meninju dinding kamarnya sendiri sampai penyok. Keadaan semakin gawat ketika badan gadis itu dipenuhi luka bekas cakarannya sendiri. Rupanya, Marjorie sudah sedemikian tidak tahan dengan suara-suara di kepalanya sampai dia melukai dirinya sendiri. Lebih gawatnya lagi, gadis itu juga mulai mengancam adik kecilnya dengan ucapan-ucapan yang luar biasa mengerikan. Tindakan medis pun segera diambil, kedua orang tuanya mulai rutin membawa Marjorie ke psikolog dan dokter.
Sayangnya, tindakan medis tidak kunjung menunjukkan hasil positif. Gejala aneh yang dialami Marjorie malah semakin parah. Gadis itu bahkan pernah masuk diam-diam ke kamar adiknya hanya untuk memencet hidung sang adik yang sedang tidur. Marjorie bahkan mulai berani mendebat sang ayah dengan sanggahan-sanggahan yang nggak akan pernah keluar dari mulut remaja 14 tahun biasa. Dokter dan kedua orang tuanya pun semain kebingungan ketika Marjorie bahkan mengetahui sejumlah peristiwa tragis yang terjadi puluhan tahun sebelumnya. Ketika dunia kedokteran gagal memberikan jawaban yang memuaskan, sang ayah berpaling kepada solusi supranatural. Diputuskan bahwa Marjorie telah kerasukan roh jahat.
Dari titik inilah, perjalanan hidup Merry dan keluarga Barretts seolah bergerak ke arah yang salah. Ibunda Marjorie bersikukuh bahwa putri sulungnya tidak kerasukan, dia menentang keras Pak Barretts yang terus-menerus mengajak Marjorie ke gereja dan menemui seorang pendeta Katolik. Tetapi ini malah ditanggapi salah oleh suaminya, yang mengira istri dan anak-anaknya kini tak lagi menaati dirinya sebagai kepala keluarga. Satu masalah merembet ke masalah lain. Belum selesai kasus Marjorie, keluarga itu sudah diwarnai dengan percecokan suami-istri tentang segala hal yang sepertinya selalu salah. Dari suaut pandang Merry, pembaca bisa menyaksikan betapa keluarga itu memang tengah berada di ambang perpecahan hingga datang orang-orang dari TV yang tertarik pada kasus Marjorie.
Tuan Barretts memang tengah didera krisis ekonomi. Pria itu dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja selama puluhan tahun. Tentu saja, tawaran dari kru TV tak dapat ditolaknya. Uang melimpah siap mengalir jika keluarga itu bersedia direkam kesehariannya, terutama hal-hal terkait kerasukan yang dialami Marjorie. Sebuah bantuan yang awalnya ibarat pertolongan dari Tuhan yang selama ini dinantikan oleh keluarga itu. Maka diputuskan, semua hal tentang Marjorie akan direkam untuk kemudian ditayangkan dalam miniseri berjudul The Possesions. Serial itu ternyata sukses dan disukai pembaca, tetapi dampak negatifnya sangat besar bagi Merry dan keluarganya. Marjorie serasa mendapatkan pembenaran akan kerasukannya sehingga tingkahnya makin menjadi-jadi. Dalam satu episode, gadis itu dengan meyakinkan menunjukkan betapa dirinya benar-benar kerasukan sehingga Pak Barretts pun memutuskan akan mengadakan upacara pengusiran roh.
Upacara exorcisme inilah yang menjadi titik puncak semuanya. Ketika akhirnya keluarga Barrets dan seluruh penonton akhirnya mengetahui apakah Marjorie benar-benar kerasukan atau tidak. Dalam cerita yang membuka buku ini, pembaca diajak bertemu dengan Merry setelah 15 tahun peristiwa itu berlalu. Dalam percakapannya bersama Sarah--seorang penulis yang tertarik menuliskan kisahnya--Merry akhirnya membuka kembali kenangan kelam yang dilihatnya di usia delapan tahun. Semua hal misterius yang terjadi setelah ritual pengusiran arwah itu dipaparkannya secara detail. Sebuah rahasia besar yang akan menjungkirbalik semua anggapan penonton The Possessions dan juga pembaca tentang rahasia besar tentang Keluarga Barrets dulu.
Secara khusus, kisah ini seperti hendak menyorot kehidupan urban ala Amerika yang menjadi gaya hidup kalangan menengah ke bawah di sana. Kasus yang dialami Marjorie hanyalah puncak gunung es dari keseluruhan kasus berbahaya yang tengah mengintai para keluarga Amerika yang mapan. Dari pandangan Merry yang polos, kita bisa mengetahui betapa nilai-nilai kekeluargaan yang semakin usang di era modern ini, juga betapa agama sering kali belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan untuk sejumlah kasus tertentu. Lebih penting dari itu, novel kelam ini mengajarkan kepada pembaca tentang pentingnya menjag keutuhan keluarga, tentang horor yang jauh lebih menakutkan dari roh jahat, juga tentang nilai-nilai pengorbanan dalam keluarga.
Sulit untuk tidak spoiler dalam menulis ulasan buku ini. Jika dikasih tahu di awal, pembaca bisa-bisa bosan dan tidak mau menyelesaikan membacanya. Tetapi, buku ini memang sangat lambat dan bertele-tele penceritaannya. Rasa seram yang ditimbulkan juga tidak sesuai yang saya harapkan. Judul buku ini beserta endors dari Stephen King di halaman sampul sedikit banyak bisa memberi bocoran tentang isi buku ini. Tetapi jika pembaca bersabar membacanya, sebuah kejutan besar telah menanti di belakang. Kejutan ini yang bikin saya bingung memutuskan siapa yang sebenarnya baik dan siapa yang aslinya jahat dalam novel ini. Juga, tentang sosok si A yang ternyata cerdas luar biasa sehingga mau tak mau pembaca bisa sedikit bersimpati kepadanya. Memang ending buku ini nggak seheboh perkiraan saya, tetapi kisah ini memiliki caranya sendiri untuk bergelung dalam ceruk kecil di dalam kepala para pembacanya.
Komentar