Anak Dan Kemenakan karya Marah Rusli

Anak dan Kemenakan

  • Judul        : Anak Dan Kemenakan
  • Pengarang : Marah Rusli
  • Angkatan : 20- an (Balai Pustaka )

Cerita dimulai di pelabuhan Teluk Bayur. Muhammad Yatim, putera tunggal Sutan Alam Sah yang berkedudukan sebagai jaksa di Padang akan pulang. Dan sesuai adat ‘pergi diantar dan pulang dijemput’. Dan yang jemput Muhammad Yatim ini rame bener! Bukan hanya ayah, ibu, dan adik angkatnya saja . Tapi juga ada Kepala Polisi, Kepala Bangsa Keling (warga keturunan India disebut bangsa keling saat itu), Kepala Pengadilan, Tuanku Demang, Kapten Cina, Inspektur Sekolah Rakyat, dan Baginda Mais. Tokoh yang terakhir adalah saudagar paling kaya di Padang.
Jadi timeline di kisah ini beberapa tahun setelah kejadian Sitti Nurbaya. Ini masih satu universe kalo istilah jaman sekarang. Soalnya nanti akan ada adegan saat Muhammad Yatim patah hati dan lari ke makam Sitti Nurbaya dan Syamsulbahri.
Memang siapa sih Muhammad Yatim itu? Kok bisa yang jemput orang-orang penting semua?
Keluarga Sutan Alam Sah
Jadi ceritanya Muhammad Yatim bukan sekedar anak jaksa, tapi dia dianggap orang paling pintar di Padang. Bayangkan, bukan hanya dia berhasil menyelesaikan sekolah hukum di Batavia, Yatim juga langsung melanjutkan pendidikannya di Belanda! Pulang dari Belanda, Yatim langsung  mendapatkan kedudukan sebagai Kepala Pengadilan Tinggi dan ditempatkan di Kota Padang, kota kelahirannya.
Maka, jelaslah kenapa orang-orang penting ini berkumpul di pelabuhan untuk menjemput Mr. Doktor Muhammad Yatim. Sebab Muhammad Yatim adalah Kepala Pengadilan Tinggi yang baru. Alias, pejabat yang baru saja diangkat.
Mari sebelumnya saya jelaskan mengenai Muhammad Yatim ini. Dia adalah anak tunggal dari Sutan Alam sah dan Rangkayo Sitti Mariama. Nah, dari sini dasar konflik sudah diberikan oleh Marah Rusli. Ibunya tokoh utama kita ini bukan bangsawan bergelar ‘Puti’, hanya disebut Rangkayo. Sebutan yang cukup terhormat tentunya namun tetap saja, bukan bangsawan. Karena Padang menganut system Matrilineal, maka jika ibunya bukan bangsawan, anaknya bukan bangsawan. Atau hanya bergelar ‘Marah’ saja.
Seperti Marah Rusli.
Nah, Sutan Alam Sah ini walaupun memiliki anak sendiri, dia tidak melupakan adatnya. Yaa, sebab di Padang ini, yang punya kewajiban memajukan seorang anak itu bukan ayahnya, tapi justru pamannya dari pihak ibu. Artinya, sebenarnya, bukan kewajiban Sutan Alam Sah untuk memajukan pendidikan Muhammad Yatim. Tapi Sutan Alam Sah ini punya rencana kenapa dia memajukan pendidikan anaknya sampai setinggi-tingginya.
Karena dia ingin menjodohkan puteranya dengan kemenakannya yaitu Puti Bidasari.
Jadi beratnya ke keponakan, cuuuy! Dia majukan Yatim, biar keponakannya mendapatkan suami yang paling keren seantero kota Padang!
Keluarga Sutan Baheran
Puti bidasari adalah anak satu-satunya dari pasangan bangsawan yang terhormat namun miskin yaitu Sutan Baheran dan Puti Renosari. Berbeda dengan ipar mereka yang lebih berpikiran maju, pasangan bangsawan ini justru sangat kolot. Dan karena sangat kolotnya ini mereka pada awalnya menerima saja saat Sutan Alam Sah mengambil Puti Bidasari diasuh di rumahnya.
Karena mereka tidak tahu kalau puterinya akan dijodohkan dengan Muhammad Yatim yang walaupun punya kedudukan tinggi, tapi toh bukan bangsawan yang sederajat dengan mereka.
Okeh, okeh… Agak ruwet emang system kekerabatannya. Tapi percayalah, di buku ini memang system kekerabatan antar keluarganya sangat ngejelimet. Dan justru memang ini yang ingin diangkat Marah Rusli.
Masalah jodoh-jodoh ini tidak terdapat kendala yang berarti…pada awalnya. Yatim dan Bidasari sendiri saling memendam cinta terhadap satu sama lain. Sehingga, segera setelah Yatim kembali ke Padang, kedua pemuda ini langsung mengikat janji dan bertunangan. Dan semuanya akan perfect kalau saja…tidak ada Datuk Maringgih!
Eh, bukan..bukaaaan! Datuk Maringgih kan sudah mati di tangan Samsulbahri (spoiler Sitti Nurbaya!).
Kali ini yang bikin keadaan ruwet adalah orang terkaya di Padang yaitu Baginda Mais.
Keluarga Baginda Mais
Tapi Baginda Mais gak seantagonis Datuk Maringgih. Bahkan, di kisah ini semua tokohnya abu-abu, kok! Gak ada yang jahat banget, gak ada yang mulia banget.
Baginda Mais, tidak seperti Datuk Maringgih, adalah saudagar yang jujur, baik hati, mungkin tidak sombong,  dan jelas pandai menabung. Dia juga pemurah dalam hal memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain. Satu hal kekurangan Baginda Mais ini: dia harus…musti…kudu… mendapatkan yang terbaik!
Pokoknya apapun musti paling bagus! VVIP! Kualitas paling tinggi setingkat sultan!
Termasuk masalah menantu!
Baginda Mais beristri satu orang saja yaitu Upik Bungsu. Dia juga memiliki satu anak perempuan yang bernama Sitti Nurmala. Nah, Sitti Nurmala sebaya dengan Muhammad Yatim dan Puti Bidasari. Satu orang yang ketinggalan dari empat sahabat ini adalah Dokter Azis yang nampaknya sebaya juga.
Sitti Nurmala dan Dokter Azis adalah pasangan. Mereka saling mencintai satu sama lain. Awalnya, Baginda Mais setuju-setuju saja. Puterinya pacaran dengan dokter gitu, loh! Tapiiiii…ketika Muhammad Yatim ini kembali ke Padang, saat itulah keinginannya berubah. Dokter Azis yang masih muda dan cerdas itu tiba-tiba kehilangan kilaunya. Seakan berlian berubah jadi emas karena ada berlian lain yang datang, yang lebih cemerlang: Muhammad Yatim, Kepala Pengadilan Tinggi Kota Padang!
Baginda Mais pengen Muhammad Yatim jadi menantunya, titik!
Maka dibuatlah pesta penyambutan yang meriah! Besar-besaran! Jor-joran pokoknya! Segala bangsawan, tukang sulap, tukang sihir, penyanyi, penghibur, makanan kelas satu disediakan untuk pesta penyambutan ini! Pokoknya semua yang terbaik, yang lagi happening, disewa untuk pesta penyambutan ini!
Elo kebayang, gak? Ini orang bikin pesta super duper meriah buat menyambut anak tetangganya pulang!
Nah, pada saat pesta ini, mulailah dibicarakan maksud dan tujuan. Baginda Mais melamar Muhammad Yatim untuk puterinya. Tentunya baru pembicaraan antar ayah saja. Namun, Sutan Alam Sah memberi jawaban bahwa antara Muhammad Yatim dan Puti Bidasari sudah ada pembicaraan untuk menikah.
Baginda Mais menyerah?
Yaaa, kalau menyerah, ceritanya habis dong.
Baginda Mais berpikir, agar Muhammad Yatim bisa menjadi menantunya, maka dia harus dipisahkan dengan tunangannya. Pokoknya bagaimana lah caranya agar Yatim dan Bidasari tidak jadi menikah!
Bidasari dibunuh? Enggak lah! Ini bukan Datuk Maringgih. Baginda Mais orang baik-baik. Seorang ayah yang bersedia habis-habisan segala hartanya demi mendapatkan laki-laki terbaik untuk puterinya!
Mengharukan!
Baginda Mais pun menyusun rencana. Dia sudah menemukan celah yang mungkin bisa dimanfaatkannya. Dan celah itu tidak lain dan tidak bukan adalah orangtua Puti Bidasari sendiri: Sutan Baheran dan Puti Renosari.
Seperti sebelumnya saya tulis, kedua orangtua Puti Bidasari adalah para bangsawan yang masih memegang teguh adatnya. Masih kolot banget, dah! Nah, disini Baginda Mais bisa mengambil manfaat. Karena belum tentu juga Sutan Baheran sudi untuk bermenantu Muhammad Yatim, walaupun keponakannya sendiri.
Walaupun Muhammad Yatim itu orang dengan jabatan tinggi dan gelar paling tinggi di Padang. Walaupun Muhammad Yatim itu pemuda baik-baik sopan santun rajin menabung berakhlak karimah iman dan taqwa serta mampu menjaga kehormatan dirinya, ibunya, keluarganya, kotanya, bangsanya, negaranya itu gak penting! Di mata Sutan Baheran, Muhamad Yatim itu….bukan bangsawan!
Titik!
Maka tidak pantas untuk puterinya!
Puterinya itu bergelar ‘Puti’, masa bersuamikan laki-laki yang hanya bergelar ‘Marah’.
Yaaa, itu dalam bayangan Baginda Mais tentunya.
Baginda Mais dan istrinya pun bertamu ke rumah Sutan Baheran. Setelah duduk-duduk, para pria mengisap rokok sebatang dan para ibu menyirih sekapur istilahnya, baru pembicaraan mulai serius. Baginda Mais, tidak curang atau berbohong. Dia dengan jujur berkisah bahwa dirinya ingin bermenantukan Muhammad Yatim. Namun ternyata, ayah Muhamad Yatim bilang kalau dia akan menikahkan Muhamad Yatim dengan Puti Bidasari.
Diluar perkiraan, ternyata jalan Baginda Mais terbuka sangat lancaaaar. Puti Renosari, ibunya Puti Bidasari kaget luarbiasa mengetahui kalau anak perempuannya akan dijodohkan dengan Muhammad Yatim. Dia bahkan, ngng…apa istilahnya, ya… Ngamuk, cuy! Ogah bermenantu Muhammad Yatim pokoknya gak mau!
Puti Renosari bahkan langsung ingin menjodohkan puterinya dengan Sutan Malik, seorang bangsawan asli darah murni yang kebetulan belum menikah. Gak peduli kalau Sutan Malik ini seorang pengangguran, tidak sekolah yang kerjanya hanya berjudi, bermain petasan (eh beneran loh jaman dulu main petasan itu ternyata heboh bener), mana orangnya juga kasar, suka memukuli orang lain yang status sosialnya dibawahnya, pokoknya nyebelin banget, dah!
Tapi bagi Puti Renosari, Sutan Malik jauuuuh lebih berharga dibanding Muhamad Yatim.
Jauuuuh…
Karena Puti Renosari dan Sutan Baheran tahu hal yang tidak semua orang tahu mengenai siapa Muhamad Yatim sebenarnya. Bahkan Muhamad Yatim sendiri pun tidak tahu.
Yatim bukanlah seorang bangsawan. Bahkan ‘Marah’ pun bukan.

Baca juga : Trilogi Soekram - Sapardi Djoko Damono
Karena Muhamad Yatim bukan anak kandung Sutan Alam Sah dan Upik Bungsu. Pasangaan ini sesungguhnya tidak memiliki anak. Jadi Sutan Alam Sah mengambil seorang anak laki-laki untuk diangkatnya, dan diakunya sebagai anak sendiri. Dan anak laki-laki ini, Kepala Pengadilan Tinggi Kota Padang yang terhormat sesungguhnya hanya anak seorang kusir bendi yang sangat miskin. Rakyat jelata yang berstatus social terbawah di masyarakat.(Alisarbi)


Selamat membaca!*** 

Komentar

Popular Post

Dunia Kafka karya Haruki Murakami

A Man Called Ove - Fredrik Beckman

Musashi - Eiji Yoshikawa