Manusia Bebas - Suwarsih Djojopuspito
Manusia Bebas
Suwarsih mengarang Roman-nya Buiten het Gareel , diterbitkan di Negeri Belanda, 1940 --- tahun 1975 disponsori Kedutaan Belanda ; ia menterjemahkan buku tersebut dalam edisi Indonesia --- Manusia Bebas, Penerbit Djambatan, 1975.
Suwarsih juga mengarang buku lain, seperti Empat Serangkai (1954), Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW (1960) dan Hati Wanita (1964).
Suwarsih Djojopuspito dilahirkan di Cibatok, Bogor, pada tangal 20 April 1912. --- Buiten het Gareelditulisnya pada tahun 1939. Roman itu dengan setting tahun 30-an. Jaman pergerakan sedang menumbuhkan semangat nasionalisme pada bibit bangsa.Memang buku ini mengisahkan sepasang suami isteri, lingkungan perguruan, dan masalah-masalah yang dihadapi kaum pendidik yang idealis.
Manusia Merdeka memuat Nilai pengabdian Guru, penyebaran Nilai Nasionalisme --- maka ada adegan persinggungan dengan kehidupan Bung Karno bersama Ibu Inggit Garnasih --- memang setting roman ini ada di Bandung, Yogyakarta, dan Bogor.
Pemeran Utamanya adalah pasangan suami-isteri,yang memilih profesi sebagai guru di sekolah kaum pergerakan.Sudarmo dan Sulastri.
Karena kisahnya di jaman penjajahan --- tentu para kaum pergerakan Seperti Sudarmo dan kawan yang menjadi guru --- adalah intaian PID dan Pemerintah Gubernemen.Jadi banyak bagian dalam buku ini --- yang membutuhkan keterlibatan emosi kita selain kecerdasan untuk menghayati masa lalu dengan keadaan situasional yang jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat masa kini.
Organisasi yang terlibat dalam jaringan peguruan ini adalah Partai Marhaen dan Perguruan Kebangsaan --- dan sejumlah organisasi yang digerakan oleh kaum pergerakan. Yakni selain partai politik, juga organisasi sosial kemasyarakatan , berupa perkumpulan kaum ibu dengan basis rumah tangga.Sungguh mengesankan kegiatan ibu-ibu --- walaupun tampak kecil peranan nyatanya mengisi relung perjuangan nasionalisme Indonesia.
Ini salah satu bagian dari paragraf dalam Kata PengantarE. du Perrron *) : “………….Seorang pemimpin rakyat, Ir. Sukarno, yang untuk beberapa orang muncul seperti Lasallenya Indonesia, telah memberi corak nasional kepada suasana fajar ini, sehinga nampaknya tambah romantis, menurut tambah tebalnya. Kacamata politik, yang digunakan oleh orang untuk memandangnya. Inilah jaman non-koperasi, artinya jaman sewaktu orang menolak bantuan pemerintah Belanda, dan mendirikan dengan usaha sendiri, dengan kemiskinan sendiri dan entusisme sekolah-sekolah liar itu diorganisir oleh kaum nasionalis Indonesia, membina kesadaran politik yang bertalian dengan itu, pemberantasannya oleh pemerintah, hal-hal demikianlah kita akan temukan dalam dalam roman ini……………..”
Drama dalam kehidupan pasangan Sudarmo-Sulastri diawali dengan kehidupan rumah tangganya, dapat dirasakan dalam adegan ini,“……….Sekali lagi Sulastri merangkul bahu suaminya dan memandang dia dengan pandangan yang begitu tajam, sehingga suaminya membuang muka………..’Itulah hal-hal yang sudah lampau. Kita harus dapat memikul kehidupan ini………..”
Kemudian, “………….Dalam tahun 1933 lah Sulastri memasuki rumah kediamannya yang baru. Beberapaperabot rumahtangga seperti meja, kursi dan lemari, telah dikirim lebih dahulu dari Purwakarta ke Bandung..…………….”Ini informasi lanjutan, “ ……….Sudarmo adalah direktur pada Sekolah Perguruan Kebangsaan di Bandung……….”
Banyak sekali romantika yang dihadapi pasangan itu dan kawan-kawan dalam menjalankan perguruan di mana mereka mengabdi.Berbagai konflik interes dan latarbelakang kehidupan dan politik mewarnai dalam roman ini. “………Sudarmo tidak cocok dengan dia walaupun mereka sama kawan separtai………. Di sekolah pekerjaan nya adalahsebagaiseorang pegawai administrasi, karena ia dilarang mengajar oleh gubernemen (onderwijs verbod ” . Onderwijs verbod adalah momok yang mengancam para guru nasionalis --- dalam hal yang diatas adalah situasi yang dialami oleh Waluyo, teman separtai Sudarmo. Mendapatkan Onderwijs Verbod berarti neraka bagi yang bersangkutan dan keluarganya.
Setelah menghadapi pasang surutnya penyelenggaraan sekolah dan kehidupan keluarga --- berbagai persoalan sekolah dialami, dari masalah pengelolaan pendidikan, kehidupan sosial para guru, pun juga kesulitan keuangan yang dihadapi sekolah liar itu --- karena para murid adalah rakyat jelata yang kehidupan mereka pun berat, uang sekolah menjadi tekanan orang tua murid-murid itu.
Sebagai gambaran, sekolah mengadakan kursus malam bagi orang tua dan orang dewasa untuk menambah pendapatan sekolah……………
Tibalah giliran Sudarmo menjadi sasaran tembak polisis kolonial ………. Rumah dan sekolahnya digrebeg, buku dan dokumen disita ………………akhirnya Sudarmo pun mendapat Onderwijs Verbod, dilarang mengajar. Hidup keluarga itu masuk dalam kesulitan dan tekanan psikologis --- hidup menumpang pada keluarga Sudarmo di Yogyakarta.
Macam-macam pekerjaan yang ditawarkan dan digeluti --- tetapi akhirnya Sudarmo tetap ingin meneruskan karier dan idealismenya sebagai guru --- ia telah memilih tempat kedudukan baru , di Bogor.Kejaran dan intaian polisi kolonial juga ditujukan kepada cabang keluarganya.Membuat konflik tersendiri pula dalam roman ini
Menjelang akhir roman ini, inilah dialog yang menarik, “………….Ah,” kata Sudarmo dan iamengangkat bahunya, untuk menutupi kemurungannya. “Tentu akan datang lebih dari itu, dalam minggu ini mungkin. Mereka mencoba mencari tempat dulu di sekolah gubernemen dan sekolah bersubsidi. Baru mereka ke sini. …………….“
Baca juga : Alex - Pierre Lemaitre
Inilah sekelumit drama Pasangan Sudarmo dengan Sulastri dalam roman ini,“………….Tangannya menggeserkan buku-buku tulis lebih jauh sedikit. Apakah untuk Indonesia ia menulis itu ? Apa manfaatnya kenang-kenangannya untuk orang lain, biar pun semua betul-betul terjadi, mengandung pelajaran di dalamnya. Ia mengjar di sebuah sekolah liar, Sudarmo di sebuah sekolah liar. Ak begitu hebat, atau herois, akan tetapi ………………’Kau bergirang hati’, kata Sudarmo, ‘Ya, berhentilah dengan menulis jika kau sedang bergembira.’ …….”
Kesimpulan pada resensi ini, hanyalah menekankan : OnderwijsVerbod --- Pemerintah Kolonial Belanda begitu hebat menyaring dan membatasi kemerdekaanPara Guru yang menyemai Nasionalisme --- tidak urung para Pendiri Republik ini menukilkan di dalam Preambule Undang-Undang Darar 1945 amendemen, kalimat berbunyi “………..Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya…………………Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut…………………..”.(kompasiana)
Komentar